Wednesday 11 March 2015

Goa Gong terletak 37 km dari Pusat Kota Pacitan, dapat dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Goa dengan stalagtit dan stalagmitnya yang dinominasikan sebagai goa terindah di Asia Tenggara ini mampu memukau setiap wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Selain keindahan stalagtit dan stalagmitnya Goa Gong memiliki empat sendang yang dinilai magis bagi siapa saja yang mempercayainya.
Gong Cave
Its stalactites and stalagmites are believed to be most beautiful among those know in South Asia. This incredible and amazing cave with 256 meter wide, with 4 springs inside wich each has magic value, can be reached easily by cars.

1. Riwayat Penemuan Goa Gong

Dalam sejarahnya Goa Gong sebenarnya sudah lama dimasuki oleh manusia yaitu nenek moyang kita dahulu, namun seiring perjalanan waktu goa tersebut sepertinya hilang begitu saja dan yang ada hanyalah cerita-cerita lama/dongeng orang-orang tua, namun justru dongeng dan cerita itulah pada akhirnya warga dusun Pule desa Bomo bertekad untuk menemukan kembali goa tersebut. Dan dengan dipimpin Kepala Dusun Pule maka pencarian goa dimulai :

Pertama : memcocokkan cerita-cerita

Kedua : mencari arah dan alur kehidupan, baik kehidupan binatang maupun kea-

daan alam sekelilingnya

Ketiga : memastikan letak

Keempat : mulai memasuki goa

(Dikisahkan oleh Drs. Wakino/ Penemu Goa Gong)

Ketika itu hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995 sekitar pukul 09.00 wib, ayah bersama kami duduk di ruang depan bercerita tentang kejadian yang dialami oleh mbah Noyo Semito (kakek Drs. Wakino) dengan teman-temannya yang bernama mbah Joyo ± 60 tahun silam.

Ketika itu Dusun Pule, Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan dilanda kemarau pangjang hingga sulit untuk mencari air minum dan untuk keperluan sehari-hari.

Dengan keadaan seperti itu kedua kakek tersebut dengan keberaniannyamencoba memasuki goa yang dianggapnya tidak terlalu jauh dari rumah penduduk ± 400 meter untuk mencari air. Dengan menggunakan alat penerangan tradisional berupa obor (daun kelapa kering yang diikat) hingga menghabiskan 7 ikat, kedua kakek tersebut berhasil menelusuri lorong-lorong goa hingga menemukan beberapa sendang dan mandi di dalamnya.

Walaupun pengalaman itu telah diceritakan pada masyarakat disekitar, namun tak seorangpun yang berani mengikuti jejaknya, karena menurut kepercayaan masyarakat di sana goa itu dianggap masing wingit (angker).

Setelah mendengar cerita ayah tersebut, terketuklah hati kami timbul niatan untuk membuktikan kebenaran yang kakek alami. Keinginan itu ternyata didukung oleh ayah (Bpk. Suramin) dan teman-teman lain yang berjumlah 8 orang. Namun di antara teman-teman itu ada yang pro dan kontra mengenai rencana itu, bahkan ada yang ingin menunda untuk mencari hari baik. Akhirnya niat kami itu disetujui setelah kami menyampaikan bahwa besuk akan segera pulang ke Magetan.

2. Pencarian Lokasi dan Perjalanan di dalam Goa

2. 1. Pencarian Lokasi

Tepatnya hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995, kami berangkat mencari lokasi goa bersama rombongan berjumlah 8 orang, yaitu :

Bapak Suramin 54 tahun, sesepuh.
Wakino 30 tahun, ketua rombongan.
Paino 42 tahun, ketua RT.
Suparni 38 tahun, Kepala Dusun.
Suyadi 39 tahun, warga desa.
Paino 30 tahun, guru SD.
Misno 29 tahun, warga desa.
Suyatno 15 tahun, warga desa.
Pada saat itu kami berangkat lebih dahulu untuk mencarinya karena dalam benak kami masih ingat bahwa mulut goa itu dulunya dekat dengan pohon kluwih, tapi pada saat itu pohon kluwihnya sudah tidak ada. Ternyata betul dugaan kami, bahwa mulut goa itu tidak lama kemudiandapat kami temukan. Sambil menunggu teman yang mencari peralatan, kami dengan dibantu oleh beberapa teman yang lain membersihkan mulut goa yang sudah tertutup oleh batu, tanah, dan tumbuhan liar lainnya. Setelah teman-teman yang berjumlah 8 orang itu berkumpul, dengan membawa 7 buah lampu baterai dan 2 buah lampu petromax dan sebuah kamera poket sepakat untuk memasuki lorong-lorong goa tersebut.

2. 2. Perjalanan di dalam Goa

Dengan peralatan yang sederhana, perasaan was-was, takutdan ngeri dikhawatirkan ada binatang buas, kami beserta rombongan terus berusaha menelusuri lorong-lorong goa.

Liku-liku perjalanan pada waktu itu memang penuh dengan perjuangan yang luar biasa antara hidup dan mati. Sambil terus memanjatkan doa kehadirat Illahi Robbi, tetap melangkahkan kai mencari arah mana yang harus diikuti. Memang pada waktu itu kamilah sebagai pencari jalan dan selalu memberikan motivasi pada rombongan, (“ayo maju terus…slamet-slamet…ojo wedi!”).

Tiba-tiba kami dikejutkan olehgambaran yang menakutkanseolah-olah ada seorang manusia yang berdiri tegak menghadang kehadiran kami, ternyata setelah terkena sinar itu hanyalah sebuah batu besar yang menjulang tinggai yang berfungsi sebagai penyangga goa.

Setelah lorong-lorong goa dapat kami masuki, ternyata setelah kembalinya sampai ruang 3 lagi (anggapan sementara waktu itu) kami bersama rombongan sempat tersesat. Inilah saat yang paling menegangkan, panik, was-was karena peralatannya tinggal menyisakan sedikit. Akhirnya kami mencoba untuk belok kanan ternyata kami menemukan lampu baterai yang sengaja kami tinggal sewaktu brangkat karena bohlamnya putus. Setelah kami bersama meyakini bahwa jalan tersebut benar maka perjalananpun dilanjutkan. Berkat petunjuk Illahi berhasilla kami keluar dari goa.

3. Pemberian Nama Goa

Penamaan goa Gong bertalian erat denag salah satu nama dari perangkat gamelan Jawa. Konon pada saat –saat tertentu, di gunung yang terdapat goa tersebut sering terdengar bunyi-bunyian seperti seperti gamelan Jawa, pertunjukkan reog, terbangan, bahkan sering terdengar orang menangis yang memilukan. Karena itu masyarakat di sekitarnya memberi nama gunung tersebut gunung Gong-Gongan. Maka kami bersama rombongan yang berjumlah 8 orang tadi memberi nama goa itu adalah goa Gong.

Selain itu kalau kita menyasikan keindahan goa tersebut memperlihatkan suatu pertanda bahwa goa itu tiada duanya. Sehingga kami bersama rombongan menyimpulkan goa Gong tersebut merupakan gongya goa.

4. Letak Goa Gong

Goa Gong terletak di pesisir pantai selatan, tepatnya di Dusun Pule, Desa Bomo, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, 37 km ke arah barat kota Pacitan. Goa Gong dikelilingi oleh sederetan gunung, diantaranya :

v Sebelah utara aladah gunung Manyar

v Sebelah timur adalah gunung Gede

v Sebelah selatan adalah gunung Karang Pulut

v Sebelah barat adalah gunung Grugah

Sederetan gunung yang mengelilingi goa Gong tersebut sebagian besar ditanami pohon jati, pisang, kelapa, tapi sebaliknya di musim hujan juga ditanami ketela, cabe, padi, mentimun, dan sebagainya, sehingga dari kejauhan nampak kehijauan yang dapat menambah keasrian suasana goa Gong pada pagi hari dan menjelan senja tiba.

5. Keberadaan Goa Gong

5. 1. Goa Gong Sebelum Direnovasi

Goa Gong tidak bisa dielakkan lagi tentang keindahan, keasrian, dan keunikan yang ada di dalamnya. Pengunjung pasti akan merasa heran, kagum dikarenakan seolah-olah kita memasuki dunia baru. Ruang pertama yang sudah penuh dengan ukiran alami itu, seakan-akan pengunjung disambut dengan ucapan selamat datang.

Pintu abadi yang sudah ada, seakan mengajak kita untuk memasuki ruang kedua dengan ukuran yang sangat luas, di sana ada semacam kamar manidi yang terbuat secara alami. Kemudian dari sini kita akan berjalan lagi, sambil melihat ke bawah akan tampak beberapa sendang yang airnya jernih dan bisa melihat taman goa yang kelihatan jauh di ruang ketiga.

Di kiri-kanan tangga alami tampak beberapa lukisan dari batu-batuan yang menggambarkan sutu keinginan Tuhan. Di samping itu banyak terdapat batu berwarna putih yang dapat memberikan gambaran seolah-olah goa ini benar-benar masih perawan, asli, dan belum dijamah oleh manusia. Di sana-sini terdengar tetesan airsehingga menambah keasrian dan kesejukan di dalam goa.

5. 2. Goa Gong Sesudah Direnovasi

Berkat kesigapan Pemerintah Daerah Tingkat II Pacitan yang dipimpin oleh Bapak Bupati Sutjipto dan kerjasama yang baik antara instansi terkait serta masyarakat sekitar, maka pada tanggal 31 Juli 1996 beberapa fasilitas mulai dikerjakan yang ditangani oleh PT. Citra Pule Raya.

Sarana yang dibangun untuk memasuki goa adalah : jalan undak-undakan,dengan pagar pengaman di kiri-kanan, aliran listrik sebagai penerangan, dan AC sebagai pendingin goa.

Syukur Alhamdulillah proyek proses renovasi dan pengembangan Goa Gong selesai tanggal 31 Desember 1996, berlajalan sukses dan lancar. Kemudian Goa Gong siap diapasarkan sebagai komoditi wisata unggulan nasional.

Sumber :

Sutikno, Kebesaran dan Kemegahan Goa Gong di Kota Pacitan, Citra Pule Raya bekerja sama dengan PEMDA DATI II KAB. PACITAN, 1997.

Wakino, Drs. Gua Gong Obyek Wisata Potensial Di Kabupaten Pacitan, Rapi offset, Madiun:1998

Leaflet Pesona Wisata Pacitan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Pacitan.


Tarif: 

  • Dewasa Rp 5000
  • Anak-anak Rp 3000



0 komentar:

Post a Comment

Follow me on Twitter!